Hari lingkungan hidup sedunia pertama kali dirayakan pada tahun 1974 untuk meningkatkan kesadaran seluruh warga bumi untuk menjaga dan melindungi bumi. Ditetapkannya tanggal 5 juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia beranjak dari sejarah pertemuan pertama kali Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang membahas permasalahan lingkungan di Stockholm pada tanggal 5-16 juni 1972. Pertemuan di stockholm inilah yang menjadi cikal bakal perubahan arah pembangunan yang berorientasi ekonomi semata menunju pembangunan yang berkelanjutan yang mengakadomodasi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan dengan harapan terciptanya dunia yang lebih baik yang mampu mencukupi kebutuhan generasi sekarang dan generasi yang akan datang.
Peringatan hari lingkungan hidup sedunia selalu diiringi dengan tema yang berbeda setiap tahun. Tema hari lingkungan hidup sedunia tahun 2017 adalah “connecting people to nature”, tema tahun 2018 adalah “beat plastic pollution” dan tema tahun 2019 adalah “beat air pollution”. Terdapat hal menarik pada tema tahun 2018 dan 2019 yang memiliki kesamaan kata “beat” dan “pollution”. Kata “beat” dalam bahasa indonesia artinya adalah “mengalahkan” dan kata “pollution” artinya polusi atau pencemaran. Hal ini berarti bahwa tema hari lingkungan hidup sedunia dua tahun terakhir merupakan keprihatinan dunia terhadap polusi yang sangat mengkhwatirkan dan menjadi signal kepada seluruh penduduk bumi bahwa saatnya kita berperang melawan polusi jika kita masih berharap generasi di masa yang akan datang dapat hidup dengan layak.
Kasus Polusi udara
Polusi udara bukanlah kejadian yang terjadi di masa sekarang saja, namun telah terjadi di beberapa dekade sebelumnya terutama sejak revolusi industri. Sejarah telah mencatat bahwa polusi udara pernah memyebabkan kematian ribuan orang baik itu kematian langsung, efek setelah polusi terjadi, dan bahkan menyebabkan kematian prematur. Adapun kasus polusi udara yang menyebabkan kerusakan luar biasa antara lain:
- Kabut Asap
Salah satu polusi udara yang memilukan dalam sejarah peradaban dunia adalah kasus great smog (smoke and fog) atau kabut asap besar di Inggris pada tahun 1952 dan 1962. Kabut asap di Inggris disebabkan oleh pembakaran batu bara yang menghasilkan campuran asap dan sulfur dioksida (Gusnita, 2014). Kabut asap di Ingris tahun 1952 menyebabkan kematian warga Kota London mencapai 3.000 dan kejadian serupa terjadi kembali pada tahun 1962 yang menimbulkan kematian 700 warga (Foust dalam Gusnita, 2014). Penelitian lain yang dilakukan oleh bell et all pada tahun 2014 menunjukkan bahwa kematian yang disebakan kasus kabut asap di ingris pada tahun 1952 mencapai 12.000 orang. Penelitian yang dilakukan Bell at all, 2016 berpijak dari jumlah kematian yang tidak normal pada saat terjadinya kabut asap dan beberapa bulan setelah kabut asap. Berdasarkan penelitian, mereka menemukan hubungan korelasi yang kuat antara kabut asap dan kematian beberapa bulan setelahnya. Berdasarkan hal tersebut (bell at al, 2014) menyimpulkan bahwa kasus kabut asap di inggris telah menimbulkan kematian mencapai 12.000 warga kota London yang terjadi pada saat kabut asap dan beberapa bulan setelah kabut asap.
Kabut asap kembali menjadi perbincangan pada tahun 2013 setelah Pemerintah China memberikan himbauan dan pernyataan bahwa kepada warganya di 25 Provinsi di China termasuk kota berbahaya dan setiap warga yang akan beraktivitas dihimbau menggunakan masker penutup hidung. Hal ini disebabkan oleh tertutupnya beberapa wilayah china oleh kabut asap yang diakibatkan dari meningkatnya pencemaran udara sebagai imbas dari pertumbuhan ekonomi yang meningkat (Tempo, 2013) Berdasarkan dua kejadian ini maka kabut asap yang disebabkan dari pembakaran industri, kendaraan bermotor akan selalu menjadi ancaman bagi lingkungan masa lalu, hari ini, dan di masa yang akan datang.
2. Kebakaran Hutan di Indonesia
Dalam 25 tahun terakhir, Indonesia mengalami beberapa musim kemarau panjang. Kemarau terparah terjadi pada tahun 1997 dan yang terbaru adalah pada tahun 2015. Musim kemarau di Indonesia pada tahun 2015 disebabkan oleh Elnino and Positive Indian Ocean Dipole. Musim kemarau juga menyebabkan kebakaran lahan dan hutan yang parah yang pernah terjadi di Indonesia pada tahun 1997, 2006, dan 2015. Di seluruh Indonesia, kebakaran sering disebabkan untuk pemkaran residu pertanian, menebangi hutan, atau menyiapkan lahan untuk perkebunan dan pertanian rakyat, dan vandalisme serta pengapian yang tidak disengaja (Dennis dalam Koplitz at al, 2016).
Kebakaran tahun 2015 menjadi obyek penelitian yang menarik bagi peneliti karena didukung oleh kamajuan metode dan ketersedian data yang lebih komprehensif. Salah satu penelitian terbaru dilakukan oleh Koplitz at al yang dipublikasi pada tahun 2016 yang fokus meneliti dampak kabut asap akibat dari kebakaran hutan dan lahan di Indonesia pada bulan September – Oktober pada tahun 2015. Kabut asap di Indonesia pada tahun 2015 jauh lebih besar dibandingkan tahun 2006 dan dampaknya sampai ke Singapura dan Malaysia. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar . Kontribusi Kabut Asap Terpapar oleh Provinsi terhadap Beberapa
Negara (kiri) dan Total Emisi Api Indonesia dari Aerosol Karbon
Organik (OC) + Karbon Hitam BC (kanan) selama Juli-Oktober 2006
dan 2015.
Sumber : tateoftheocean.osmc.noaa.gov dalam Koplitz at al, 2016
Berdasarkan Gambar di atas dapat diketahui bahwa kabut asap telah terpapar di Singapura, Indonesia, dan Malaysia. Penyumbang terbesar kabut asap adalah Sumatera Selatan/Bangka Belitung dan Kalimantan Tengah. Sumatera selatan dan Bangka Belitung berbeda Provinsi namun dijadikan satu dalam penelitian ini sehingga jumlahnya juga meningkat. Paparan kabut asap yang terjadi di 3 negara tersebut pada tahun 2015 diperkirakan menyebabkan kerugian miliaran dolar dan 100.300 ribu kematian dini (death premature) (Koplitz at al, 2016). death premature diperkirakan sebanyak 91.600 di Indonesia, 6500 di Malaysia, dan 2200 di Singapura dan ini 2,7 kali lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2006 (Koplitz at al, 2016). Berdasarkan hal tersebut, maka musim kemarau yang terjadi di Indonesia akan selalu menjadi ancaman kebakaran lahan dan hutan yang akan menyumbangkan beban pencamar dan merusak kualitas udara di Indonesia dan negara sekitarnya.
Kondisi Udara Kabupaten Bangka Barat
Beranjak dari dua kasus di atas, maka sangat relevan jika polusi udara dapat menjadi senjata pemusnah masal jika tidak dilawan dari saat ini. Diperlukan upaya komprehensif dan kerjasama semua pihak untuk mengantisipasi dan mengurangi sumber-sumber pencemar sehingga kualitas udara tetap terjaga. Hal ini tentu menjadi pertimbangan bagi seluruh warga dunia termasuk Kabupaten Bangka Barat.
Jika ditinjau dari indeks kualitas udara (IKU) Kabupaten Bangka Barat tahun 2017 dan 2018 maka Kabupaten Bangka Barat masih berada dalam kondisi sangat baik. Pada tahu 2017 IKU Kab. Bangka Barat adalah 97,26 dan menurun menjadi 89,47 pada tahun 2018. Walaupun masih di atas target nasional, namun perlu diwaspadai penurunannya yang cukup tinggi. Perhitungan IKU berdasarkan pengujian SO2 dan NO2 dengan menggunakan metode passive sampler selama 28 hari dan dilakukan pengambilan sampel 14 hari mewakili musim panas dan 14 hari mewakili musim hujan. Jumlah parameter yang hanya dua tentu belum dapat sepenuhnya mewakili kualitas udara keseluruhan. Jika kita lihat kasus kebakaran hutan yang menyebabkan death premature lebih disebabkan oleh pertikulat (PM 2,5) yang tidak masuk dari parameter yang diuji di IKU tentu menjadi kewaspadaan bagi Kabupaten Bangka Barat. hal ini beranjak dari kasus kebakaran tahun 2015 juga banyak disumbangkan oleh Provinsi Sumatera Selatan/Kepulauan Bangka Belitung yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut maka Kabupaten Bangka Barat perlu mewaspai sumber-sumber pencemar udara yang antara lain:
- Industri, Peningkatan Kendaraan Bermotor dan Penggunaan Energi
Konsekwensi Kabupaten Bangka Barat di masa pembangunan adalah meningkatnya kendaraan bermotor. Hal ini ditopang juga oleh meningkatnya jumlah penduduk Kabupaten Barat diatas 2% yang melebihi rata-rata nasional sebesar 1,49%. Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan meningkatanya permintaan kendaraaan bermotor dan penggunaan energi. Selain itu yang perlu diwaspadai juga adalah keberadaan industri di masa yang akan datang. Dengan kondisi Bangka Barat yang masih baik saat ini perlu dilakukan perencanaan wilayah berbasis daya dukung dan daya tampung sehingga pembangunan yang dilakukan saat ini dan ke depan tidak menyebabkan polusi udara, air, dan tanah.
- Perubahan Penggunaan Lahan
Perubahan lahan adalah salah satu faktor menurunnya kualitas udara. misalnya kawasan hutan tropis berubah menjadi kawasan pertambangan menyebabkan stock karbon menjadi berkurang. Hal ini menyebabkan kemampuan alam untuk menguraikan zat pencemar di udara menjadi berkurang. Salah satu faktor terbesar meningkatnya emisi gas rumah kaca adalah perubahan lahan. Perubahan lahan menjadi ancaman sangat nyata di Kabupaten Bangka Barat karena masih banyaknya lahan tidur. Cara yang sering dipakai untuk menyiapkan lahannya adalah dengan membakarnya dan biasa dilakukan pada musim kemarau. Hal inilah yang seringkali menjadi penyebab kebakaran hutan seperti yang terjadi pada tahun 2015.
- Kebakaran Lahan dan Hutan
Kebakaran lahan dan hutan masih menjadi masalah yang rumit di Kabupaten Bangka Barat. Kebakaran telah menjadi ancaman nyata dan berlangsung setiap tahun. Pada tahun 2017 Kebakaran hutan di Kabupaten Bangka Barat seluas 64,5 ha dan pada tahun 2018 seluas 251,1 ha (Satuan Polisi Pamong Praja Kab. Bangka Barat dalam IKPLHD Kab. Bangka Barat, 2017 dan 2018). Jika dilihat kondisi kemarau tahun 2017 dan 2018 tentu menjadi evaluasi bagi Kabupaten Bangka Barat menghadapi bencana kemarau di tahun-tahun yang akan datang. Sejarah telah mencatat dalam rentang 25 tahun terakhir telah terjadi dua kali kemarau panjang di Indonesia dan tidak menutup kemungkinan dalam rentang 25 tahun ke depan akan kembali terjadi kemarau panjang. Apalagi saat ini perububahan iklim telah menjadi ancaman nyata yang merubah pola iklim dunia.
Sejarah telah mengajarkan arti pentingnya lingkungan untuk keberlanjutan kehidupan kita dan anak cucu ke depan. Pada momen peringatan hari lingkungan hidup sedunia tahun 2019 mari kita merefleksikan kembali hubungan alam dan kehidupan kita agar rasa penghormatan kita terhadap alam menjadi lebih baik. Jika hari ini kita dihadapkan dengan udara yang luar biasa teremar, lalu berapa lama kita mampu bertahan untuk hidup? Atau satu jam saja udara dunia ini dipenuhi racun mematikan, apakah masih ada kehidupan manusia di jam berikutnya?
DAFTAR PUSTAKA
Bell, Michel., Davis, Devra., & Fletcher, Tony, (2004). A Retrospective Assessment of Mortality from the London Smog Episode of 1952: The Role of Influenza and Pollution. https://www.researchgate.net/publication/5523444. 12 Juni 2019, pk. 09.00 WIB.
DLH Kab. Bangka Barat, (2018 & 2019). Informasi Kinerja Pengelolaan Lingkungan Hidup Kab. Bangka Barat 2017 dan 2018. Muntok: DLH Kab. Bangka Barat.
Gusnita, Desi. (2014). Pencemaran Smog (Asap Kabut) Sebagai Dampak Aktivitas Antropogenik. Berita Dirgantara Vol. 15 No. 2 Desember 2014:84-89.
Tempo, (2013). 25 Provinsi di Cina Diselimuti Kabut Asap. https://dunia.tempo.co/read
/535383/25-provinsi-di-cina-diselimuti-kabut-asap/full&view=ok. 15 Juni 2019,
pk. 10.00 WIB.
NKoplitz, Shannon., Mickley Loretta., Marlier, Miriam., Buonocore, Jonathan., Kim Patrick., Lius, Tianjia., Sulprizio, Melissa., DeFries, Ruth., Jacob, Daniel., Schwartz, Joel., Pongsiri, Montira., & Myers, Samuel, (2016). Public health impacts of the severe haze in Equatorial Asia in September–October 2015: demonstration of a new framework for informing fire management strategies to reduce downwind smoke exposure. https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1748-9326/11/9/094023. 13 Juni 2019, pk. 10.00 WIB.
Attachment | Size |
---|---|
![]() | 188 KB |