Rusaknya lingkungan hidup sebagai akibat dari kegiatan perusakan lingkungan hidup yang dilakukan dalam upaya ekploitasi sumber daya alam dalam pelaksanaan proses pembangunan yang tidak terkendali telah membuat terjadi menurunya kualitas lingkungan seiring dengan berkurangnya cadangan sumber daya alam yang pada akhirnya menyisakan persoalan-persoalan lingkungan yang tak habis untuk dibincangkan dalam mencari solusi untuk mengatasi persoalan lingkungan yang ditimbulkan tersebut.
Agar daya tampung dan daya dukung tetap terjaga keseimbanganya maka diperlukanya upaya pengendalian pelestarian lingkungan hidup sehingga persoalan pertumbuhan penduduk dan aktifasnya yang ada dipermukaan bumi tetap terkendali agar kerusakan lingkungan dapat diminimalisir dalam upaya pengelolaan fungsi lingkungan hidup itu sendiri.
Hukum lingkungan merupakan salah satu instrumen yuridis yang memuat tentang kaidah-kaidah perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun makna yang dapat terkandung dan diamanatkan dalam Undang-Undang Lingkungan Hidup Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup (UUPPLH) adalah upaya penegakan hukum yang terdiri dari :
- Penegakan hukum secara administrasi
- Penegakan hukum secara perdata
- Penegakan hukum secara pidana
Pada pasal 14 UU 32/2009 tentang PPLH telah menjelaskan bahwa Amdal, UKL-UPL dan perizinan merupakan salah satu instrumen pencegahan terhadap pencemaran lingkungan hidup dari 13 instrument yang ada di UU 32/2009 (UUPPLH) dalam upaya pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan Ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 36 UU PPLH, telah menetapkan bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan,
Akan tetapi persoalan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup AMDAL/UKL-UPL dan perizinan bukanlah merupakan alat serbaguna yang dapat menyelesaikan segala persoalan lingkungan hidup. Efektivitas amdal dan UKL UPL sangat ditentukan oleh pengembangan berbagai instrument lingkungan hidup lainnya dan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah atau instansi pemberi izin.
Adapun ke-13 (tiga belas) instrumen pencegahan pencemaran lingkungan hidup yang antara lain adalah :
- KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis)
- Tata ruang
- Baku mutu LH
- Kriteria baku mutu kerusakan LH
- AMDAL
- UKL-UPL
- Perizinan
- Instrumen ekonomi LH
- Peraturan perundang-undangan LH
- Anggaran berbasis LH
- Analisis resiko LH
- Audit LH
- Instrumen lain sesuai kebutuhan
Adapun dalam hal ini penegakan hukum lingkungan yang akan dibahas antara lain perizinan dan keterkaitannya dengan AMDAL/UKL-UPL, pengertian perizinan sendiri adalah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat.
Berdasarkan pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan yang mulai diberlakukan sejak tanggal 23 februari 2012 disebutkan bahwa izin lingkungan diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai syarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan
Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa izin lingkungan merupakan persyaratan mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan.
Dalam hal perizinan, yang berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat pemerintah sesuai dengan kewenangannya untuk memberi pelayanan umum kepada masyarakat/pelaku usaha yang membutuhkannya.
Adapun fungsi dari perizinan itu sendiri adalah selain dijadikan alat control bagi pemerintah/instansi pemberi izin, juga dapat dijadikan dasar pemerintah dalam melakukan pengawasan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagaimana yang tercantum dalam dokumen lingkungan (AMDAL/UKL-UPL) yang telah disepakati, ketaatan terhadap ketentuan yang tercantum dalam perizinan dan mencegah terjadinya pelanggaran terhadap terlampaunya baku mutu lingkungan hidup dan baku mutu kerusakan lingkungan hidup.
Penegakan hukum lingkungan berkaitan erat dengan kemampuan aparatur, ketegasan dan keseriusan aparatur penegak hukum dan kepatuhan warga masyarakat terhadap peraturan yang berlaku, penegakan hukum lingkungan dapat dilakukan secara preventif dan represif sesuai dengan sifat dan efektifitasnya. Adapun instrument bagi penegak hukum untuk melakukan preventif antara lain penyuluhan, pemantauan, dan pengunaan kewenangan yang sifatnya pengawasan.
Perizinan terpadu pada bidang lingkungan hidup tidak hanya berbicara tentang administrasi, SOP, waktu dan biaya saja, namun juga berkaitan dengan aspek subtansi dari perizinan di bidang lingkungan hidup itu sendiri. Dengan mencermati ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perizinan dalam Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang dimaksud adalah izin lingkungan sebagai syarat utama dalam mendapatkan izin usaha dan/atau kegiatan (Izin Operasional, dll) yang bersifat sektoral.
Jadi jelas terdapat adanya keterkaitan yang erat antara izin lingkungan dengan izin usaha dan/atau kegiatan, kedudukan dokumen lingkungan hidup seperti AMDAL atau UKL-UPL itu sendiri merupakan syarat utama yang diwajibkan dalam memperoleh izin lingkungan dan izin usaha dan/atau kegiatan merupakan satu kesatuan sistem perizinan dalam UU Nomor 32 tentang PPLH.
Kewajiban pemegang izin lingkungan sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH pasal 53 sangat jelas apa yang mejadi kewajiban bagi pemegang izin lingkungan yang mana dalam izin lingkungan tersebut terdapat izin perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup yang biasa di sebut dengan izin PPLH yang antara lain
- Izin pembuangan Air Limbah
- Izin pemanfaatan Air Limbah
- Izin penyimpanan sementara L-B3
- Izin pemanfaatan L-B3
- Izin pengolahan L-B3
- Izin penimbunan L-B3
- Izin Pembuangan Air Limbah ke laut
- Izin dumping ke media lingkungan
- Izin pembuangan air limbah dengan cara reinjeksi
- Izin emisi
- Izin Venting
Izin Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Izin PPLH) diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenagannya berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan hidup dan rekomendasi UKL-UPL.
UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH merupakan atau dijadikan payung hukum bagi peraturan-peraturan lingkungan hidup yang sudah ada atau yang akan ada dalam upaya perlindungan dan pengelolaan lingungan hidup, maka undang-undang sektoral bidang lingkungan hidup yang diantaranya kehutanan, perkebunan, dan pertambangan, pariwisata harus memenuhi beberapa kondisi yang antara lain
1) UU tersebut harus tunduk terhadap UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH,
2) pelaksanaan UU sektoral bidang lingkungan hidup tidak boleh bertentangan degan UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH,
3) segala penegakan hukum yang berkaitan dengan lingkungan hidup harus berpedoman kepada UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang PPLH
Pelanggaran terhadap izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (izin PPLH) dapat dianggap sebagai suatu pelanggaran terhadap izin lingkungan, berdasarkan pasal 76 UU 32/2009 tentang PPLH dimana Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota dapat menerapkan sangsi administrasi kepada pelaku usaha sesuai dengan kewenangan jika didalam pelaksanaan pengawasan ditemukannya suatu pelanggaran terhadap izin-izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dimana sangsi administrasi yang dapat diterapkan adalah :
- Teguran tertulis
- Paksaan pmerintah
- Pembekuan izin lingkungan
- Pencabutan izin lingkungan
Sebagaimana konsekuensi izin lingkungan menjadi syarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan maka secara otomatis izin lingkungan dihentikan/dicabut maka izin operasioanal/izin usaha dan/atau kegiatan akan tercabut dan jika izin lingkungan dibekukan maka izin usaha dan/atau kegiatan akan dibekukan juga.
Berdasarkan pasal 77 UU/32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup , disampakan bahwa dalam penerapan sanksi administrasi Menteri dapat mengambil alih dalam menerapkan sanksi administratif terhadap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan jika Pemerintah (pusat/kementerian) menganggap pemerintah daerah secara sengaja tidak melakukan/menerapkan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang telah dilakukan oleh usaha dan/atau kegiatan yang telah melakukan pelanggaran.
Pasal 78 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dimana penerapan Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 tidak serta merta membebaskan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan dari tanggung jawab pemulihan dan pidana sebagai konsekuensi pencemaran yang telah dilakukannya.
Pengenaan sanksi administratif berupa pembekuan dan pencabutan izin lingkungan berdasarkan pasal 79 UU 32/2009 tentang PPLH dapat dilakukan manakala pelaku usaha tidak melaksanakan perintah paksaan pemerintah, dimana paksaan pemerintah itu dimaksudkan untuk mencegah dan/atau mengakhiri terjadinya pelanggaran dalam upaya penyelamatan, penanggulangan serta pemulihan lingkungan hidup sebagai akibat dari pencemaran dan dampak dari kegiatan usaha dan/atau kegiatan.
Paksaan pemerintah sebagaimana dimaksud diatas sesuai dengan pasal 80 UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang antara lain adalah sebagai berikut :
Ayat (1)
- penghentian sementara kegiatan produksi;
- pemindahan sarana produksi;
- penutupan saluran pembuangan air limbah atau emisi;
- pembongkaran;
- penyitaan terhadap barang atau alat yang berpotensi menimbulkan pelanggaran;
- penghentian sementara seluruh kegiatan; atau
- tindakan lain yang bertujuan untuk menghentikan pelanggaran dan tindakan memulihkan fungsi lingkungan hidup.
Ayat (2)
Pengenaan paksaan pemerintah dapat dijatuhkan tanpa didahului teguran apabila pelanggaran yang dilakukan menimbulkan:
- ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup;
- dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya; dan/atau
- kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya.
Ancaman sebagaimana dimaksud pasal 80, ayat (2), UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah dimana suatu keadaan berupa ancaman yang terjadi atau akan yang terjadi dipandang sangat serius yang secara langsung maupun tidak langsung dapat berpotensi sangat membahayakan kehidupan, keselamatan dan kesehatan banyak orang sehingga penanganannya tidak dapat ditunda.
Penerapan sanksi administrasi dalam penegakan hukum lingkungan mengenai paksaaan pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 80 ayat (2) Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU 32/2009 tentang PPLH) dapat dijatuhkan terlebih dahulu tanpa didahului dengan teguran jika dipandang pelanggaran yang terjadi dapat menimbulkan 1) ancaman yang sangat serius bagi manusia dan lingkungan hidup. 2) dampak yang lebih besar dan lebih luas jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakan. 3) kerugian yang lebih besar bagi lingkungan hidup jika tidak segera dihentikan pencemaran dan/atau perusakannya
Demikianlah tulisan ini semoga dapat berguna dalam upaya penegakan hukum dibidang lingkungan hidup guna menjaga fungsi kelestarian lingkungan hidup seiring dengan cepatnya lajun pertumbuhan pembangunan di segala sektor/bidang.
Semoga tulisan ini dapat dijadikan suatu ibadah yang di ridhoi Allah SWT.